- Home>
- Softskill II : Sastra-sastra di Indonesia
Posted by : Leonita Anggraeni
Senin, 06 April 2015
TUGAS II
TUGAS
ILMU BUDAYA DASAR
“Menguak Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah”
Leonita Anggraeni
16114036
1KA08
Sistem Informasi
Fakultas Ilmu Komputer & Teknologi Informasi
Universitas Gunadarma
April
2015
KATA PENGANTAR
Puji Tuhan saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah ilmu budaya dasar ini dengan tepat waktu.
Berikut saya ucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah “Ilmu Budaya Dasar” kami Ibu Auliya ArRahma yang telah membimbing saya dalam mata kuliah yang bersangkutan.
Dalam tugas ini saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Menguak Novel Di bawah lindungan ka’bah”. Tugas ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah ilmu budaya dasar. Semoga karya tulis yang saya buat ini dapat bermanfaat bagi saya dan semua pihak pembaca.
Dalam tugas ini saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Menguak Novel Di bawah lindungan ka’bah”. Tugas ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah ilmu budaya dasar. Semoga karya tulis yang saya buat ini dapat bermanfaat bagi saya dan semua pihak pembaca.
Demikian kata
pengantar ini saya
buat. Bila ada kesalahan kata dalam pembuatan makalah maupun pada kata
pengantar ini saya mohon maaf, saya meminta kritik dan saran yang membangun
agar dapat dibuatnya makalah yang lebih baik kelak. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menambah cakrawala pengetahuan kita. Sekian
dan terimakasih.
Jakarta, 26 Maret 2015
Leonita
Anggraeni
16114036
Latar Belakang
Novel
Di Bawah Lindungan Ka’bah karya Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) ini bertemakan percintaan dengan gaya bahasa penulisan melayu,
seperti kebanyakan novel populer lainnya. Novel ini menceritakan tentang kisah percintaan
antara Hamid dan Zaenab, yang sama-sama jatuh cinta tetapi terpisah mulai dari
karena perbedaan latar belakang sosial hingga Zainab yang dihadapkan oleh permintaan
ibunya agar menikah dengan laki-laki yang telah dipilihkan. Pada akhir cerita,
Hamid memutuskan pergi ke Mekkah, kemudian terus beribadah
hingga akhirnya meninggal di hadapan Ka'bah setelah mengetahui Zainab meninggal. Para tokohnya adalah Hamid, Zaenab, Engku Haji Ja’far, Mak Asiah, Saleh, dan Rosna. Latar atau setting yang di gunakan adalah di
Mekkah (1927), lalu di Padang
(masa anak-anak sampai remaja), setelah itu Padang
Panjang, dan berakhir di
Madinah.
ISI
A. Identitas Buku
Judul Buku
: Di Bawah Lindungan Ka’bah
Penulis : Prof. DR. (Buya) Hamka
Penerbit : PT. Bulan Bintang
Tahun Terbit : Jumadil Awal 1422 / Agustus 2001
Cetakan Ke : 25
Tebal Buku : 80 halaman
Kategori : Novel Sastra
Penulis : Prof. DR. (Buya) Hamka
Penerbit : PT. Bulan Bintang
Tahun Terbit : Jumadil Awal 1422 / Agustus 2001
Cetakan Ke : 25
Tebal Buku : 80 halaman
Kategori : Novel Sastra
B. Cover
Buku
C. Tokoh
Tokoh-tokoh
:
Hamid : Pemuda yang berbudi luhur dan taat beragama. Ia adalah seorang anak yatim dari sebuah keluarga miskin. Ia diangkat anak oleh Haji Jafar.
Haji Jafar : Seorang saudagar kaya raya yang berhati mulia.
Asiah : Istri Haji Jafar. Ia sangat berbudi luhur.
Zaenab : Anak gadis Haji Jafar. Ia adalah gadis yang berhati mulia, taat kepada kedua orang tuanya, dan selalu menjalankan perintah agama.
Rosna : Teman sepermainan dan sahabat kental Zaenab. Dia juga berbudi luhur dan taat kepada ajaran agama.
Saleh : Sahabat karib Hamid yang berbudi luhur dan taat beragama. Dialah suami Rosna.
Hamid : Pemuda yang berbudi luhur dan taat beragama. Ia adalah seorang anak yatim dari sebuah keluarga miskin. Ia diangkat anak oleh Haji Jafar.
Haji Jafar : Seorang saudagar kaya raya yang berhati mulia.
Asiah : Istri Haji Jafar. Ia sangat berbudi luhur.
Zaenab : Anak gadis Haji Jafar. Ia adalah gadis yang berhati mulia, taat kepada kedua orang tuanya, dan selalu menjalankan perintah agama.
Rosna : Teman sepermainan dan sahabat kental Zaenab. Dia juga berbudi luhur dan taat kepada ajaran agama.
Saleh : Sahabat karib Hamid yang berbudi luhur dan taat beragama. Dialah suami Rosna.
D. Sinopsis
Alkisah…
Hamid adalah seorang anak yatim yang miskin. Dia diangkat anak oleh keluarga Haji Jafar yang kaya raya. Perhatian Haji Jafar dan istrinya, Aisah, terhadap pemuda itu sangat baik. Mereka menganggap Hamid seperti anak mereka sendiri. Mereka sangat menyayanginya sebab pemuda itu sangat rajin, sopan, berbudi luhur, dan taat beragama. Mereka juga menyekolahkan Hamid di sekolah rendah bersama-sama anak kandung mereka, Zaenab
Hamid adalah seorang anak yatim yang miskin. Dia diangkat anak oleh keluarga Haji Jafar yang kaya raya. Perhatian Haji Jafar dan istrinya, Aisah, terhadap pemuda itu sangat baik. Mereka menganggap Hamid seperti anak mereka sendiri. Mereka sangat menyayanginya sebab pemuda itu sangat rajin, sopan, berbudi luhur, dan taat beragama. Mereka juga menyekolahkan Hamid di sekolah rendah bersama-sama anak kandung mereka, Zaenab
Hamid telah
menganggap Zaenab sebagai adik kandungnya sendiri. Ia sangat menyayangi gadis
itu dan selalu berusaha melindunginya. Begitu pula halnya dengan Zaenab. Ia pun
menganggap Hamid seperti kakak kandungnya. Ia banyak menggunakan waktunya untuk
bersama-sama dengan Hamid. Karena bersekolah ditempat yang sama, keduanya
sering pergi dan bermain bersama. Ketika mereka beranjak remaja, dalam hati
mereka mulai tumbuh perasaan lain, suatu perasaan yang belum mereka rasakan
sebelumnya. Hamid merasa bahwa rasa sayang terhadap Zaenab bukan lagi perasaan
sayang kepada adiknya. Demikian pula halnya dengan Zaenab.
Setelah tamat
dari sekolah rendah, Hamid melanjutkan sekolah ke Padang Panjang, sedangkan Zaenab
tidak melanjutkan sekolahnya. Pada masa tersebut, wanita yang telah menamatkan
sekolah rendah tidak boleh meneruskan sekolahnya. Mereka dipingit oleh orang
tuanya untuk kemudian dinikahkan dengan pilihan orang tuanya. Demikian dengan
Zaenab, ia pun dipingit oleh kedua orang tuanya. Maka, dengan berat hati, Hamid
meninggalkan gadis itu.
Selama di Padang
Panjang, pemuda itu semakin menyadari perasaan cintanya terhadap Zaenab.
Perasaan rindu hendak bertemu dengan gadis itu semakin hari semakin menyiksa dirinya.
Ia ingin selalu berada didekatnya. Namun, ia tidak berani mengutarakan perasaan
hatinya. Ia menyadari adanya jurang pemisah yang sangat dalam diantara mereka.
Zaenab berasal dari keluarga berada dan terpandang, sedangkan dia hanya berasal
dati keluarga miskin. Itulah sebabnya, rasa cinta yang bergelora terhadap
Zaenab hanya dipendam saja.
Hamid
benar-benar harus menguburkan perasaan cintanya kepada Zaenab ketika Haji
Jafar, ayah Zaenab yang sekaligus ayah angkatnya, meninggal dunia. Tidak lama
kemudian , ibu kandungnya pun meninggal dunia. betapa pilu hatinya ditinggalkan
oleh kedua orang yang sangat dicintainya. Kini dia merasa hidup sebatang kara.
Ia merasa tidak lebih sebagai pemuda yatim piatu yang miskin. Sejak kematian
ayah angkatnya, Hamid tidak dapat menemui Zaenab lagi karena gadis itu telah
dipingit ketat oleh mamaknya.
Hati Hamid
semakin hancur ketika ia mengetahui bahwa mamaknya, Asiah, akan menjodohkan
Zaenab dengan seorang pemuda yang memiliki hubungan kekerabatan dengan almarhum
ayah angkatnya. Bahkan, Mak Asiah menyuruh Hamid untuk membujuk Zaenab agar
gadis itu menerima pemuda pilihan ibunya sebagai calon suaminya. Betapa hancur
hati Hamid menerima kenyataan itu. Cinta kasihnya kepada gadis pujaan hatinya
tidak akan pernah tercapai.
Dengan berat hati, Hamid menuruti kehendak Mak Asiah. Dia menemui Zaenab dan membujuk gadis itu agar menerima pemuda pilihan mamaknya. Menerima kenyataan tersebut, hati Zaenab menjadi sangat sedih. Dalam hatinya, ia ingin menolak kehenadak mamaknya, namun ia tidak mampu melakukakanya. Maka, dengan sangat terpaksa,ia menerima pemuda pilihan orang tuanya.
Dengan berat hati, Hamid menuruti kehendak Mak Asiah. Dia menemui Zaenab dan membujuk gadis itu agar menerima pemuda pilihan mamaknya. Menerima kenyataan tersebut, hati Zaenab menjadi sangat sedih. Dalam hatinya, ia ingin menolak kehenadak mamaknya, namun ia tidak mampu melakukakanya. Maka, dengan sangat terpaksa,ia menerima pemuda pilihan orang tuanya.
Setelah kajadian
itu, Hamid memutuskan untuk pergi meninggalkan kampung halamannya. Ia tidak
sanggup menanggung beban yang begitu berat. Itulah sebabnya, dia meninggalkan
Zaenab dan pergi ke Medan. Sesampainya di Medan, dia menulis surat kepada
Zaenab. Dalam suratnya, dia mencurahkan isi hatinya kepada gadis itu. Dari
Medan, Hamid melanjutkan perjalanan menuju Singapura. kemudian , dia pergi ke
tanah suci Mekkah.
Betapa sedih dan
hancurnya hati Zaenab ketika ia menerima surat dari Hamid. Gadis itu merasa
tersiksa karena ia pun mencintai Hamid. Ia sangat merindukan pemuda itu. Namun,
ia harus melupakan cintanya karena mamaknya telah menjodohkan dirinya dengan
pemuda lain. Karena selalu dirundung kesedihan, Zaenab menjadi sering
sakit-sakitan dan ia kehilangan semangat hidupnya.
Sementara itu,
Hamid pun selalu dirundung kegelisahan karena menahan beban rindunya pada
Zaenab. Untuk menghapus kerinduannya, dia bekerja pada sebuah penginapan milik
seorang syekh. Sambil bekerja, dia terus memperdalam ilmu agam islam dengan
tekun.
Setelah setahun
berada di Mekkah, Hamid bertemu dengan Saleh, seorang teman kampungnya yang
akan melaksanakan ibadah Haji. Ketika itu Saleh menjadi tamu di penginapan
tempat Hamid bekerja. Istri Saleh, Rosna adalah teman dekat Zaenab sehingga
Hamid dapat mendengar kabar tentang Zaenab. Dari penuturan Saleh, dia
mengatahui bahwa Zaenab pun mencintai dirinya. Sejak kepergiannya, gadis itu
sering sakit-sakitan. Ia sangat menderita batin karena ia menanggung rindu
kepadanya. Ia juga mengetahui bahwa gadis itu tidak jadi menikah dengan pemuda
pilihan ibunya karena suatu alasan.
Mendengar
penuturan Saleh, Hamid merasa sedih dan gembira. Dia sedih sebab Zaenab dalam
keadaan menderita batin. Di lain pihak; ia gembira sebab gadis itu mencintai
dirinya. Artinya, dia tidak bertepuk sebelah tangan. Selain itu, Zaenab akan
menjadi miliknya karena gadis itu tidak jadi menikah dengan pemuda pilihan
mamaknya. Setelah mengetahui kenyataan yang menggembirakan itu, Hamid
memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya setelah ia menunaikan ibadah
haji.
Sementara itu,
Saleh mengirim surat kepada istrinya yang isinya mengabarkan pertemuannya
dengan Hamid. Ia menceritakan bahwa Hamid masih menantikan Zaenab, dan ia pun
memberitahukan bahwa hamid akan pulang ke kampung halamannya bila mereka telah
menunaikan ibadah haji.
Rosna memberikan
surat dari Saleh kepada Zaenab. Ketika membaca surat itu, betapa gembiranya
hati Zaenab. Ia tidak pernah menyangka akan bertemu kembali dengan kekasih
hatinya. Ia merasa tak sabar lagi menanti kedatangan kekasih hatinya. Segala
kenangan indah bersama pemuda itu kembali menari-nari dalam pikirannya. Semua
perasaannya itu ia ungkapkan melalui suratnya kepada Hamid.
Hamid menerima
surat Zaenab dengan suka cita. Semangatnya untuk segera kembali ke kampung
semakin mengegebu-gebu. Dia sangat merindukan kekasihnya. Itulah sebabnya, dia
memaksakan diri untuk menunaikan ibadah haji sekalipun dalam keadaan sakit. Dia
menjalankan setiap tahap yang wajib dilaksanakan untuk kesucian dan kemurnian
ibadah haji dengan penuh semangat. Dalam keadaan sakit parah, ia tetap
melaksanakan wukuf. Namun sepulang melakukan wukuf di Padang Arafah, kondisi
tubuhnya semakin melemah.
Pada saat yang
sama, Saleh mendapat kabar buruk dari istrinya bahwa Zaenab telah meninggal
dunia. Ia tidak memberitahukan kepada hamid karena keadaan pemuda itu sangat
sakit parah. Namun, Hamid mendesaknya untuk menceritakan surat tersebut.
Hati Hamid
sangat terpukul mendengar kenyataan itu. Namun karena keimanannya kuat, dia
mampu menerima kenyataan pahit itu dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah
SWT. Keesokan harinya, dia tetap memaksakan diri untuk berangkat ke Mina.
Namun, dalam perjalanannya, dia terjatuh, sehingga Saleh mengupah orang Baduy
untuk memapahnya.
Setelah acara di
Mina, keduanya berangkat menuju Masjidil Haram. Ketika mereka selesai
mengelilingi Ka’bah, Hamid minta diberhentikan di Kiswah. Sambil memegang
Kiswah itu , ia mengucapkan.” Ya, Rabbi, ya Tuhanku Yang Maha Pengasih dan
Penyayang” beberapa kali. Suaranya semakin melemah dan akhirnya berhenti
selama-lamanya. Hamid telah meninggal dunia di hadapan Ka’bah, rumah Allah, dan
ia akan menuju kesana.
E. Biografi
Penulis
Haji
Abdul Malik Karim Amrulloh, atau lebih kita kenal dengan julukan Buya HAMKA
atau HAMKA (yang merupakan singkatan namanya), lahir di Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, 17 Februari 1908 – meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun.
Beliau adalah sastrawan Indonesia sekaligus ulama dan aktivis politik.
Di bawah lindungan ka’bah merupakan novel/buku karangan beliau yang ke 13 (1936), yang diterbitkan oleh PT. Bulan Bintang dengan ketebalan buku yaitu 80 halaman.
Di bawah lindungan ka’bah merupakan novel/buku karangan beliau yang ke 13 (1936), yang diterbitkan oleh PT. Bulan Bintang dengan ketebalan buku yaitu 80 halaman.
F. Amanat
Pesan
yang ingin disampaikan penulis dalam novel ini yaitu segala sesuatu membutuhkan
pengorbanan. Kita sebagai manusia boleh berencana, berharap dan berusaha
semaksimal mungkin, namun Allah jugalah yang menentukan semua itu.